Wednesday 18 February 2009

NARKOBA, PEMOTONG LIDAH ANAK MUDA…!!!!!


Penggunaan obat-obatan jenis opium sudah lama dikenal di Indonesia, jauh sebelum pecahnya Perang Dunia ke-2 pada zaman penjajahan Belanda. Pada umumnya para pemakai candu (opium) tersebut adalah orang-orang Cina. Pemerintah Belanda saat itu memberikan izin pada tempat-tempat tertentu untuk menghisap candu dan pengadaan (supply) secara legal dibenarkan berdasarkan undang-undang. Orang-orang Cina pada waktu itu menggunakan candu dengan cara tradisional, yaitu dengan jalan menghisapnya melalui pipa panjang. Hal ini berlaku sampai tibanya Pemerintah Jepang di Indonesia. Pemerintah pendudukan Jepang menghapuskan Undang-Undang itu dan melarang pemakaian candu (Brisbane Ordinance).
Ganja (Cannabis Sativa), salah satu candu banyak tumbuh di Aceh dan daerah Sumatera lainnya, dan telah sejak lama digunakan oleh penduduk sebagai bahan ramuan makanan sehari-hari. Tanaman Erythroxylon Coca (Cocaine) banyak tumbuh di Jawa Timur dan pada waktu itu hanya diperuntukkan bagi ekspor. Untuk menghindari pemakaian dan akibat-akibat yang tidak diinginkan, Pemerintah Belanda membuat Undang-undang (Verdovende Middelen Ordonantie) yang mulai diberlakukan pada tahun 1927 (State Gazette No.278 Juncto 536).
Meskipun demikian, obat-obatan sintetisnya dan juga beberapa obat lain yang mempunyai efek serupa (menimbulkan kecanduan) tidak dimasukkan dalam perundang-undangan tersebut. Setelah kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia membuat perundang-undangan yang menyangkut produksi, penggunaan dan distribusi dari obat-obat berbahaya (Dangerous Drugs Ordinance) di mana wewenang diberikan kepada Menteri Kesehatan untuk pengaturannya (State Gaette No.419, 1949). Baru pada waktu tahun 1970, masalah obat-obatan berbahaya jenis narkotika menjadi masalah besar dan nasional sifatnya. Pada waktu perang Vietnam sedang mencapai puncaknya pada tahun 1970-an, maka hampir di semua negeri, terutama di Amerika Serikat penyalahgunaan obat (narkotika) sangat meningkat dan sebagian besar korbannya adalah anak-anak muda. Nampaknya gejala itu berpengaruh pula di Indonesia dalam waktu yang hampir bersamaan.
Menyadari hal tersebut, maka Presiden mengeluarkan instruksi No.6 tahun 1971 dengan membentuk badan koordinasi, yang terkenal dengan nama BAKOLAK INPRES 6/71, yaitu sebuah badan yang mengkoordinasikan (antar Departemen) semua kegiatan penanggulangan terhadap berbagai bentuk yang dapat mengancam keamanan negara, yaitu pemalsuan uang, penyelundupan, bahaya narkotika, kenakalan remaja, kegiatan subversif dan pengawasan terhadap orang-orang asing.
Kemajuan teknologi dan perubahan-perubahan sosial yang cepat, menyebabkan Undang-Undang narkotika warisan Belanda (tahun 1927) sudah tidak memadai lagi. Maka pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang No.9 tahun 1976, tentang Narkotika. Undang-Undang tersebut antara lain mengatur berbagai hal khususnya tentang peredaran gelap (illicit traffic). Disamping itu juga diatur tentang terapi dan rehabilitasi korban narkotik (pasal 32), dengan menyebutkan secara khusus peran dari dokter dan rumah sakit terdekat sesuai petunjuk menteri kesehatan.
Dengan semakin merebaknya kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia, maka UU Anti Narkotika mulai direvisi. Sehingga disusunlah UU Anti Narkotika nomor 22/1997, menyusul dibuatnya UU Psikotropika nomor 5/1997. Dalam Undang-Undang tersebut mulai diatur pasal-pasal ketentuan pidana terhadap pelaku kejahatan narkotika, dengan pemberian sanksi terberat berupa hukuman mati.

Meski sudah ada Undang-undang yang mengaturnya, permasalahan narkoba tidak pernah berhenti sampai di sini. Peredaran dan pemakaiannya justru semakin merebak, hal ini menimbulkan gejala sosial yang cukup merugikan. Saat ini, narkoba identik dengan anak muda dan kehidupan malam. Indonesia cukup santer terdengar sebagai negara yang “gampang” dijadikan tempat persinggahan obat terlarang tersebut. Memang sedih, saat negara yang kita cintai memiliki hukum yang cukup longgar bagi para pemakai atau pengedar narkoba. Betapa mudahnya sang pengedar menjual barang haram itu di Indonesia. Berapa banyak korban yang jatuh dipelukan obat-obatan tersebut. Berapa jiwa yang terbelenggu oleh bahaya “pil kecil” nan beresiko itu. Berapa banyak orang tua yang menangis penuh dosa karena tidak berhasil menjaga buah hatinya dari serangan obat berbahaya berbentuk pil kecil itu. Jika dipikir dengan akal yang sehat, banyak kerugian yang diderita akibat mengkonsumsi narkoba. Rugi materi dan sudah tentu rugi secara fisik. Tak terbayangkan jika satu pil jahanam itu masuk ke dalam tubuh kita, ke sel-sel manusia yang sensitive dan pada akhirnya merusak bagian-bagian terpenting dalam tubuh kita. Penyalahgunaan narkoba tidak hanya melemahkan sistem kekebalan tubuh seseorang, tetapi hal itu juga kerap dikaitkan dengan berbagai perilaku berbahaya seperti pemakaian jarum suntik secara bergantian, dan perilaku seks bebas. Kombinasi dari keduanya akan sangat berpotensi meningkatkan resiko tertular penyakit HIV/AIDS, hepatitis, dan beragam penyakit infeksi lainnya. Perilaku berbahaya tersebut biasanya berlaku bagi penggunaan narkoba berjenis heroin, kokain, steroid, dan methamphetamin.
Para
peneliti juga telah menemukan semacam korelasi antara penyalahgunaan narkoba (dalam berbagai frekuensi penggunaan) dengan kerusakan fungsi jantung, mulai dari detak jantung yang abnormal sampai dengan serangan jantung. Penyuntikan zat-zat psikotropika juga dapat menyebabkan kolapsnya saluran vena, serta resiko masuknya bakteri lewat pembuluh darah dan klep jantung. Beberapa jenis narkoba yang dapat merusak kinerja sistem jantung antara lain kokain, heroin, inhalan, ketamin, LSD, mariyuana, MDMA, methamphetamin, nikotin, PCP, dan steroid. Sungguh banyak efek negatif penggunaan narkoba bagi tubuh manusia jika penggunaannya melebihi dosis tertentu. Penyalahgunaan narkoba juga dapat menyebabkan beragam permasalahan sistem pernapasan. Merokok, misalnya, sudah terbukti merupakan penyebab penyakit bronkhitis, emphysema, dan kanker paru-paru. Begitu pula dengan menghisap mariyuana yang bisa membawa dampak lebih parah lagi. Penggunaan sejumlah zat psikotropika juga dapat mengakibatkan lambatnya pernapasan, menghalangi udara segar memasuki paru-paru yang lebih buruk dari gejala asma.
Semua perilaku penyalahgunaan narkoba mendorong otak untuk memproduksi efek euforis. Bagaimanapun, beberapa jenis psikotropika juga memberikan dampak yang sangat negatif pada otak seperti stroke, dan kerusakan otak secara meluas yang dapat melumpuhkan segala aspek kehidupan pecandunya. Penggunaan narkoba juga dapat mengakibatkan perubahan fungsi otak, sehingga menimbulkan permasalahan ingatan, permasalahan konsentrasi, serta ketidakmampuan dalam pengambilan keputusan.
Betapa jahatnya narkoba, betapa biadabnya efek itu bagi tubuh kita. Tapi aneh, “si obat” jahat itu justru sangat digemari oleh orang-orang tertentu. Satu pil narkoba saja mampu membuatnya melayang ke atas bintang. Apalagi beberapa pil yang dikonsumsi, pasti efeknya pun cukup signifikan bagi tubuh manusia.
Penyalahgunaan zat psikoaktif atau zat adiktif atau sekarang sering disebut NAPZA merupakan masalah dunia yang tidak akan pernah dapat dituntaskan. Tahun ini berjuta-juta remaja di Asia telah menggunakan narkoba dan di Indonesia tidak kurang dari tiga juta remaja menyalahgunakannya, mulai dengan cara menghirup bahan-bahan kimia (ngelem) oleh anak jalanan, kemudian ekstasi oleh remaja sampai kepada pencandu berat heroin (putaw). Memerhatikan perkembangan terakhir tampaknya masalah NAPZA telah mencapai tingkat yang memprihatinkan. Peredarannya telah menyusup ke sendi-sendi masyarakat, mulai dari anak sampai dewasa. Di kalangan anak jalanan usia 7 - 8 tahun sudah ada yang telah menggunakan ganja dan lem. Kian meningkatnya jumlah kasus meninggal akbiat overdosis merupakan gejala yang mengkhawatirkan, lebih dari 1,3 juta orang penyalahguna telah meninggal karena overdosis. Kondisi ini diperburuk dengan semakin banyaknya penderita HIV/AIDS pada kalangan penyalah guna narkoba suntik.
Miris didengar. Saat Indonesia sedang haus akan kesejahteraan ekonomi bagi rakyatnya yang miskin, tapi segelintir oknum bermain di wilayah narkoba. Anak muda jadi sasaran. Belum selesai dengan permasalahan ekonomi yang cukup akut, pemerintah disibukkan untuk memantau pelaku kejahatan yang berkutik di wilayah terlarang berselimutkan penyelundupan narkotika dan zat adikitif lainnya.
Narkoba kerap kali diidentikkan dengan anak muda. Mungkin itu karena asumsi yang melebar dan mejelaskan tentang keadaan anak remaja yang masih labil. Padahal, masa muda adalah masa terindah dan masa-masa yang cukup strategis untuk menggapai segala impian masa depan. Masalah pokok remaja berpangkal pada pencarian identitas diri. Mereka mengalami krisis identitas karena untuk dikelompokkan ke dalam kelompok anak-anak merasa sudah besar, namun kurang besar untuk dikelompokkan dalam kelompok dewasa. Identitas diri adalah kepastian posisi sosial dalam lingkup pergaulan di mana seseorang berada. Selain itu sejauh mana mampu mengendalikan melambungnya ambisi dan angan-angan karena meningkatnya kebutuhan perkembangan sosialisasi; mengenali dan mendapat peluang melatih pengendalian kebutuhan biologis baru, dalam hal ini dorongan seksual, tanpa mengurangi pemanfaatan lingkungan pergaulan guna mencapai kemampuan sosialisasi seoptimal mungkin; serta merasa memperoleh pengertian dan dukungan orangtua dan keluarga dalam kondisi kerentanan oleh krisis identitas tersebut.
Bila jawaban atas pertanyaan tersebut meragukan, maka remaja Indonesia akan terjebak dalam perkembangan pribadi yang ”lemah” dan rentan penyalahgunaan narkoba. Hambatan proses sosialisasi bisa disebabkan faktor internal (psikis) maupun faktor eksternal (fisik). Hambatan dalam proses sosialisasi merupakan manifestasi kelemahan fungsi kepribadian yang menyebabkan labilitas emosional sehingga tingkat toleransi stres pun relatif rendah. Ia mudah menyerah, kurang memiliki daya juang, dan rendah ketekunannya dalam belajar mengatasi masalah. Remaja tipe ini rentan terhadap pengaruh penyalahgunaan narkoba. Anak tipe ini biasanya kurang percaya diri sehingga rawan pemerasan/pemalakan. Awalnya dipaksa menyerahkan uang jajan sampai akhirnya dipaksa mencuri di rumah. Hasil pemerasan langsung dibelikan narkoba dan sering terjadi anak dipaksa mencoba minuman keras atau narkoba yang dibeli dari hasil rampasan/pemerasan tadi. Selain itu, pembentukan karakter remaja yang mempunyai kedekatan emosional anak dengan anggota geng lain dan jadilah ia anggota walaupun hanya anak bawang. Karena merasa harus diterima dalam lingkungan pergaulan, sikap loyal terhadap geng semakin kuat. Apa pun yang diminta rekan satu geng akan dipenuhi, apa pun korbannya. Kondisi ini diikuti peningkatan frekuensi bolos sekolah dan barang berharga di rumah menjadi kurang aman.
Keadaan ini sering dilatari sikap keluarga yang kurang sempat memerhatikan anak remajanya dan kurang memberi dukungan kasih serta perhatian bagi anak remaja untuk menyelesaikan masalah remaja tersebut. Keadaan frustrasi ini membuka peluang penggunaan narkoba sebagai cara remaja menyelesaikan masalahnya. Bila akhirnya keluarga mengetahui, reaksi lanjut pihak keluarga biasanya lebih tidak menguntungkan. Artinya, remaja semakin tenggelam dalam penggunaan narkoba sebagai jalan keluar masalahnya. Remaja yang pada dasarnya memiliki predisposisi kondisi mental psikopat, artinya dari sejak usia 10-11 tahun sudah melakukan perjalanan jauh sendiri tanpa direncanakan, sering ”kabur” dari rumah, pergi tanpa pamit, menghamburkan uang saku, dan biasanya mendapat uang itu sebagai hasil curian. Manakala uang habis, ia akan kembali ke rumah dengan air muka seolah tidak bersalah. Remaja dengan kecenderungan fungsi kepribadian psikopat tidak segan melakukan kekerasan dan mengancam. Remaja tipe ini pun rawan penyalahgunaan narkoba karena di bawah pengaruh narkoba remaja merasa keberaniannya bertindak antisosial dan agresi semakin meningkat.
Sungguh, hal itu merupakan kondisi yang cukup mencekam dan membuat kita merasa berkewajiban untuk menghentikan laju penyebaran narkoba di kalangann anak muda. Untuk memerangi narkoba hingga ke akarnya, harus bersifat sistemik, artinya pemberantasan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Saat ini, seperti kita lihat di media-media informasi, Pemerintah sedang berusaha memberantas segala praktek penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja. Memerangi narkoba memang tidak mudah, karena sindikat terselubung yang bermain di tataran itu cukup rapi sehingga agak sulit untuk “menciduk” semua oknum kejahatan hingga ke akar-akarnya.
Namun, usaha Pemerintah saat ini belum berhasil, hal itu bisa dilihat dari beberapa indikator. Misalnya, penyelundupan di Indonesia yang terbilang sangat mudah karena banyak akses yang memberikan peluang, misalnya pemeriksaan barang di bandara yang belum maksimal sehingga masih ada saja narkoba diedarkan di Indonesia yang berasal dari luar negeri. Setelah narkotik itu berhasil diselundupkan di Indonesia, maka penyebaran pun akan semakin mudah. Selain itu, Undang-undang narkotika yang masih fleksibel pun bisa dijadikan indikator bahwa Pemerintah belum bisa merampas secara maksimal barang-barang terlarang itu.
Selain soal kemiskinan dan pendidikan, masalah narkoba pun harus selalu dipantau dan diperhatikan dengan seksama. Karena hal ini juga cukup berpengaruh besar untuk kelangsungan hidup anak muda Indonesia, khususnya kelangsungan hidup secara psikis dan fisik. Banyak dampak negatif yang disebabkan oleh barang terlarang tersebut. Ketergantungan yang hebat pun bisa terjadi saat tubuh pengguna ketagihan karena efek dari obat-obatan yang menjalar di seluruh tubuh manusia. Di usia remaja yang masih labil, kondisi tubuh pun belum bisa maksimal mencerna pil “jahanam” yang dosisnya melebihi batas normal. Jika si pemakai terus-terusan menggunakan obatan terlarang dalam jumlah yang banyak, maka kemungkinan efek adiktif cukup besar. Hal ini yang dapat membahayakan dan merugikan bagi pemakai.
Hingga saat ini jumlah pemakai narkoba di Indonesia semakin meningkat dan hal ini kemudian ditunjang dengan kejahatan lain yang disebabakan oleh penyalagunaan obat terlarang itu. Narkoba memang harus diperangi dan dimusnahkan. Lemahnya konstalasi hukum dalam menyikapi permasalahan ini justru membuat para pengedar dan pemakai makin mudah untuk mengoperasikan pemasaran narkoba secara meluas. Sanksi hukum yang fleksibel juga mampu mendorong para pengedar maupun pemakai untuk terus bergelut di dunia itu, karena hukum yang berlaku pun tidak terpatri dengan baik. Artinya, saat ini jika kita ingin merubah paradigma atau pola pikir kita tentang bahaya narkoba, harus ada penyuluhan secara seragam ke daerah-daerah terpencil agar pengetahuan tentang obat terlarang bisa diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga dapat dengan mudah dicegah penyebarannya.
Banyaknya kasus penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan berbahaya yang menimpa siswa sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, dan sekolah menengah umum di DKI Jakarta yang membuat para orangtua murid resah. Dalam kaitan itu, mereka berharap agar ada komunikasi yang lebih baik antara guru dan murid khususnya soal perilaku anak. Para orangtua juga biasanya meminta aparat kepolisian menangkap para bandar dan pengedar sehingga narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba) tidak merusak masyarakat.
Kekhawatiran orangtua murid itu wajar jika melihat data jumlah pemakai narkoba yang terus meningkat terutama di wilayah ibu kota. Jika seperti itu faktanya, berarti kita sebagai masyarakat yang peduli akan masa depan Indonesia, harus berusaha keras melawan segala bentuk usaha yang mengarah pada penyebaran narkoba di kalangan anak muda. Dengan narkoba, diprediksikan bahwa kualitas sumber daya manusia akan menurun drastis.
Hal ini dapat dibenarkan, karena zat adiktif yang menyelimuti pil mungil itu mampu merubah tingkat kesadaran kita sampai beberapa persen jumlahnya. Maka itu, perlu adanya penyuluhan yang intensif dari Pemerintah tentang bahaya narkoba. Selain dengan sosialisasi ke tiap-tiap sekolah, ke masyarakat terpencil pun hal ini harus diinformasikan. Misalnya lewat sosialisasi iklan layanan masyarakat atau dari pihak tertentu melakukan aksi peduli kesehatan masyarakat dan gerakan melawan narkoba. Dengan seperti itu, masyarakat dapat mengetahui secara langsung mengenai bahaya narkoba bagi tubuh manusia. Karena jika dibiarkan begitu saja, narkotika atau sejenis obat terlarang lainnya akan menyerang remaja Indonesia secara perlahan tapi efektif.
Kalau itu terus terjadi, Indonesia akan kehilangan harapan sukses di masa depan, karena generasi muda kita terpotong hak-haknya untuk bisa mengembangkan potensinya. Dengan narkoba, masa depan kita tertunda. Keinginan untuk maju menyongsong keberhasilan akan tertoreh luka yang dalam saat kita mengenal narkoba. Zat yang mampu merayu pemakainya memang sangat berpengaruh besar. Bahaya yang dibuatnya pun tak tanggung-tanggung, yakni kecanduan yang berkepanjangan. Jika dibiarkan, maka kesengsaraan bagi orang yang pernah terjerumus ke dalamnya akan sulit bergerak bebas, dan akan sulit keluar dari sistem adiktivitas. Ironi sekali, jika masa depan bangsa harus terpotong sia-sia saat generasi penerusnya terbelenggu oleh pil mungil nan mematikan itu. Kesedihan dan penyesalan memang selalu datang belakangan, jadi jangan sampai anak muda Indonesia terjerembab dalam konstalasi obat terlarang tersebut.
Kalau program penuntasan narkoba hanya dilakukan oleh satu pihak saja, maka kemungkinan timbul kembali di kasus yang sama akan terjadi. Pemerintah mampu memaksimalakan kinerjanya dalam lingkup pencegahan penyebaran narkoba di negara kita, dengan catatan adanya keseriusan dalam menanganinya. Perangi terus narkotika dan obat terlarang di Indonesia, demi terciptanya kondusifitas pemikiran generasi penerus bangsa Indonesia. Narkoba bisa dikatakan sebagai salah satu jalan yang bisa memotong paradigma berpikir kita sebagai manusia yang punya potensi serba maksimal. Oleh karena itu, pencegahan melalui upaya promotif dan preventif menjadi sangat penting. Tujuan upaya promotif, preventif, dan edukatif pada penyalah guna zat adalah pengurangan kebutuhan atau permintaan (demamd reduction). Preventif penting bagi remaja yang berisiko tinggi (calon pengguna). Upaya yang dipandang paling efektif untuk menanggulangi penyalahgunaan zat di kalangan remaja adalah melalui pendidikan dan mencegah sebelum terjadi. Upaya preventif juga perlu memerhatikan apa yang disebut gateway seperti rokok, ganja, dan alkohol yang terlebih dahulu digunakan sebelum menggunakan zat lain yang lebih berat perlu dicegah.
Selain itu, di wilayah keluarga pun harus ada sosialisasi yang intensif. Pendidikan informal dalam keluarga pun mampu meminimalisir segala bentuk intervensi eksternal dalam pembentukan karakter seorang anak. Bantu agar anak berpikir positif tentang dirinya. Jangan sampai bahaya narkoba dapat memotong kemampuan retorika seseorang untuk menggapai segala cita-citanya yang dapat membangkitkan semangat hidup. Masa depan kita ada di tangan kita sendiri, jika tangan itu terluka dan berdarah, dan jika luka itu tak diobati, maka sakitnya akan menjalar dan infeksi berat akan terjadi. Mulai saat ini, stop narkoba, jadikan Indonesia sebagai produsen manusia cerdas dan kreatif. Perangi terus narkoba dan menangkan kesuksesan mengembangkan Indonesia.**

No comments:

Post a Comment

Apply ur commnet here..thanks