Friday 14 December 2007

Resensi "Kaum Perempuan dan Ketidakadilan Sosial"

Membahas tentang gender memang tak pernah ada habisnya. Banyak kaum kartini yang tidak ingin direndahkan keduduknnya oleh para kaum lelaki. Diskusi dan perdebatan mengenai persamaan gender selalu mewarnai kehidupan para perempuan yang menganggap kaumnya itu sama dengan laki-laki. Kesamaan yang dimaksudkan adalah kesamaan dalam kekuatan, pemikiran dan keinginan kaum perempuan untuk mempunyai peran serta dalam kehidupan yang nyata, hanya kelamin saja yang membedakan diantara keduanya. Dalam kehidupan sehari-hari, peran kaum perempuan dinilai masih sangat kurang mengingat ada kendala utama yakni kaum laki-laki yang lebih mendominasi di segala sektor kehidupan dan memandang kaum perempuan sebagai kaum yang lemah yang tidak bisa disamakan statusnya dengan kaum laki-laki. Selain itu, terlebih lagi budaya patriarkhi yang sudah mengakar dan menjadi dominan dalam kehidupan nyata. Bahkan dalam lingkungan terkecil seperti keluarga pun, nuansa dominasi laki-laki sangat kuat.

Label dan cap yang diberikan pada sosok perempuan sangat kental sebagai orang yang tidak bermanfaat dan terbelenggu pada ketergantungan terhadap kaum lelaki. Doktrin-doktrin yang secara turun temurun telah tertanam sangat alot mempersepsikan bahwa perempuan adalah orang kelas dua yang seharusnya di rumah dan dininabobokan serta dibekukan oleh sifat yang cenderung konsumerisme dan hedonisme.

Dalam bukunya yang berjudul “Kaum Perempuan Dan Ketidakadilan Sosial“, Mahatma Gandhi mencoba menguak sisi kehidupan para perempun yang terinjak-injak harga diri serta martabatnya dihadapan kaum laki-laki. Dalam goresan-goresan tinta yang dituangkan dalam buku ini, Gandhi memaparkan secara gamblang tentang pemikirannya disekitar kaum perempuan dimana kedudukan, peran dan jasa perempuan hanya nol besar atau tanpa nilai, penidasan itu disertai dengan pembekuan peran serta kaum perempuan dalam menghadapi realita sosial oleh laki-laki di sekitarnya. Dalam dunia politik pun, kaum perempuan dianggap haram untuk memainkan perannya. Perempuan dinilai tidak mampu memimpin dan membuat kebijakan karena patron membentuk perempuan sangat tendensius yakni mengutamakan perasaan sehingga jauh dari sikap rasionalitas. Persepsi negative tersebut dibantah oleh Gandhi yang notabene gigih membela kaum perempun yang selama ini terbelenggu pada budaya patriarkhi.

Selain itu, buku ini pun membongkar tentang konsep budaya patriarkhi yang telah menjustifikasi perempuan sebagai mahluk yang menciptakan mitos sangat luar biasa kuat. Gandhi menilai bahwa perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara dalam mengatur kesejahteraan manusia sehingga masih ada kesempatan dan peluang yang cukup lebar bagi kaum perempuan untuk mengapresiasikan dan mengaktualisasikan peran dan kedudukannya di mata dunia khususnya di mata para kaum laki-laki.

Buku ini mempunyai beberapa keunggulan yakni penjelasan secara gamblang tentang kaum perempuan yang didominasi oleh kaum laki-laki serta penindasan yang dialaminya, gaya penulisannya pun mudah dibaca. Namun, tiada gading yang tak retak, begitu juga dengan buku ini, masih terdapat kelemahan yakni tulisan-tulisannya yang dikemas dalam bentuk artikel membuat para pembaca menjadi bosan karena terlalu didominasi oleh opini-opini saja. Selamat membaca**

1 comment:

Apply ur commnet here..thanks